Rabu, 19 September 2012

Dagelan Takkotak Versus Miskumis Putaran Kedua

Tak terasa, esok akan menjadi hari penting bagi warga DKI Jakarta. Bagaimana tidak, semua masa depan Jakarta akan ditentukan besok dalam Pilgub DKI putaran kedua. Pada putaran kedua, terdapat dua kubu yang bersaing menduduki singgasana gubenur DKI, yakni kubu Takkotak dan Miskumis. Sebuah dagelan yang menarik untuk disimak. Banyak sudah upaya-upaya yang dilakukan para Pro-Miskumis untuk menjatuhkan lawan saingannya karena terpukul akibat kekalahan pada putaran pertama dimana pasangan dari kubu Miskumis hanya mendapat perolehan suara 33,9% (sementara pihak Takkotak mendapatkan 42,76%). Seharusnya kubu Miskumis mengaca kepada kekalahan tersebut bahwa sekarang sudah bukan zamannya untuk ber-campaign --terlebih membawa-bawa seputar SARA, namun COMMITTING. Hal itu dikarenakan masyarakat kita sudah jauh lebih cerdas dari pola pikir Takkotak, sehingga tahu mana yang berisi dan mana yang hanya sebuah pepesan kosong.

Jadi, tentukan pilihanmu besok ya. Semoga pemimpin yang terpilih nanti dapat memberikan realisasi dari janji-jani semasa kampanye. Jangan sampai janji-janji itu hanya menjadi anak tangga untuk menuju singgasana. JANGAN SAMPAI GOLPUT, KARENA GOLPUT ADALAH SATU TANDA ORANG YANG TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Selamat memilih dan mencoblos sampai sobekbek besok.

ilustrasi Miskumis v.s Takkotak

Selasa, 18 September 2012

RADIKAL = INDONESIA?

Paham dan aksi radikalisme tumbuh-berkembang menjadi semacam ideologi serta identitas mengancam multikulturalisme dan heterogenitas masyarakat Indonesia. Para penganut radikalisme menebar teror, menumbuhkan ideologi kebencian terhadap golongan yang berbeda kepercayaan serta yang memiliki perbedaan haluan teologi, ideologi, dan bahkan pergerakan politik (kami lebih suka menyebutnya "politRik"). Kebhinekatunggalikaan yang dimiliki oleh Indonesia pun semakin terancam keberadaannya, dan secara perlahan para radikalis memaksakan kehendaknya bahwa Indonesia harus menganut "Faham Agama yang Satu" untuk semuanya. Pertanyaannya, sampai kapan ini akan berlangsung? Apa kita tidak merasa malu terhadap perilaku sebagian orang yang justru merusak citra Indonesia di mata dunia? Saatnya kita berubah!